Apa yang Anda lakukan ketika punya mimpi? Keenam anak ini memilih menggantung mimpi 5 cm di depan mereka. Tidak terlalu dekat, agar bisa terus dilihat, dan bisa dibawa kemanapun pergi.
Kalau sudah begitu, mereka percaya inilah yang diperlukan: kaki untuk berjalan lebih jauh, tangan untuk berbuat lebih banyak, mata yang menatap lebih lama, leher yang lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang bekerja lebih keras, serta mulut yang selalu berdoa.
Genta (Fedi Nuril), Zafran (Herjunot Ali), Ian (Igor Saykoji), Arial (Denny Sumargo), dan Riani (Raline Shah), telah bersahabat selama 10 tahun tanpa pernah melewatkan satu akhir pekan pun untuk tak bersama. Sampai kuliah dan masing-masing bekerja, kecuali Ian yang belum lulus. Nyaris enam tahun, mereka selalu berlima dan paham betul kebiasaan masing-masing.
Genta yang memiliki sifat kepemimpinan naluriah, Zafran sang seniman yang hobi membuat puisi, sedangkan Arial tampan dan atletis namun tak berani mendekati serta didekati perempuan. Berbeda lagi dengan Ian yang bertubuh tambun, memuja Happy Salma, pemburu video porno, dan "kecanduan" makan mie instan. Sementara itu, Riani merupakan bidadari yang sangat mengerti sahabat-sahabatnya, si cantik ini kerap menjadi penengah, dan tak pernah alpa meminta kuah saat Ian menikmati mie instan.
Ikatan ini menyatukan mereka, hingga pada suatu saat Genta ingin membuat gebrakan. Menyadari zona yang terlalu nyaman, ia meminta para sahabatnya tak berkomunikasi selama tiga bulan. Di masa itu, masing-masing mengejar mimpinya.
Genta menyesap sukses di bidang EO, Ian akhirnya menyelesaikan skripsi, Arial punya pacar, dan Zafran bergerilya menelepon Dinda (Pevita Pearce) adik Arial. Kevakuman ini berakhir saat Genta mengirimkan pesan untuk berkumpul di Stasiun Pasar Senen, pada 14 Agustus.
Kelima sahabat itu, ditambah Dinda yang merengek ikut, akan melakukan perjalanan yang tak terlupakan sepanjang hidup. Setelah semalam berkereta ekonomi Matarmaja ke Malang, mereka masih harus melanjutkan dengan jeep terbuka ke Ranu Pane, pos pendakian pertama Gunung Semeru.
Ya, keenam anak itu akan mendaki Mahameru, tanah di atas awan, puncak tertinggi di Pulau Jawa. Targetnya, melaksanakan upacara 17 Agustus di sana. Awalnya memang ada keraguan, terutama Ian yang secara fisik sangat tak sesuai dengan para pendaki gunung.
Namun melihat keindahan Semeru yang terbentang di depan mata, mereka pun bertekad: menggantungkan mimpi menaklukkan gunung berapi aktif itu, 5 cm di hadapan mereka, dan terus bergerak meraihnya.
Maka dimulailah petualangan yang tidak mudah. Meski berjalan berjam-jam, kaki lecet, dan kehausan, mereka menikmatinya. Ranu Pane, Tanjakan Cinta, Kalimati, Ranu Kumbolo, sampai Arcopodo, perlahan mereka lewati. Apalagi, pendakian Mahameru bukan hanya perjalanan fisik, melainkan perjalanan hati. Begitu banyak hal yang mereka dapat dari perjalanan itu, terutama soal persahabatan dan mimpi.
Dibumbui perasaan cinta yang diam-diam timbul, serta sejumput tragedi menjelang puncak Mahameru, keenam anak manusia itu sukses membuktikan teori 5 cm. Jika kaki, tangan, mata, hati, serta mulut tidak berhenti berusaha, mimpi itu akan tercapai.
Pendakian itu sendiri seakan hanya merupakan simbol untuk melambangkan perjuangan menggapai mimpi. Sepulang dari Mahameru, hidup mereka tak lagi sama. Petualangan itu sangat membekas, dan menjadi pijakan bagi keenam sahabat untuk terus maju. Ending yang mengejutkan, menjadi penutup yang manis di film ini.
Film 5 cm diangkat dari novel berjudul sama, karya Donny Dhirgantoro, yang juga didapuk sebagai penulis skenarionya. Mungkin karena itulah cita rasa membaca novel dan menonton film tidak jauh berbeda. Meski ada perbedaan soal ending dan pemotongan adegan di sana sini, film ini tidak akan mengecewakan pembaca novel, justru terasa lebih sederhana, ringkas, tidak complicated.
Yang patut diacungi jempol adalah, lokasi syuting yang benar-benar di Puncak Mahameru, Jawa Timur. Membayangkan membawa peralatan syuting di medan yang cukup berat itu saja, nyaris tidak mungkin.
Namun keberhasilan sutradara Rizal Mantovani dan director of photography Yudi Datau, sangat luar biasa. Sajian pemandangan nan indah dan pengambil gambar yang cantik, mengundang decak kagum penonton. "Awalnya saya juga sempat ragu, bisa nggak ambil gambar di sana. Tapi kisah 5 cm itu sendiri menguatkan saya," ungkap Rizal.
Salah satu adegan menegangkan, saat mereka tinggal selangkah lagi menuju puncak. Adegan ini terekam dengan baik, meski posisi pengambilannya sangat sulit. Sayangnya, ada beberapa detail yang tampaknya terlewat oleh sang sutradara, seperti bayangan kamera yang terpantul di padang savanna, serta warna tenda yang terlalu seragam untuk orang-orang yang bertemu di pendakian. Di luar itu, penggarapan film ini sungguh istimewa, dan mewakili imajinasi pembaca novel yang mencapai best seller sejak 2007.
Keinginan para pemain dan sang sutradara untuk menyunggingkan senyum pada penonton 5 cm di bioskop, tampaknya bisa dengan mudah tercapai. Kalau Anda memasuki gedung bioskop dengan kegundahan hati, bersiaplah untuk terpuaskan, dan keluar dengan tekad yang menginspirasi. Film yang membuat Anda percaya pada mimpi ini dapat disaksikan mulai 12 Desember 2012.
0 komentar:
Posting Komentar